GUDATAnews.com, Jakarta - Kasus
tiga anggota kelompok tani Tanjung Sakti Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu
yang dihukum bayar denda Rp 3 miliar akibat digugat PT Daria Dharma Pratama
(DDP) dibawa ke sidang Mahkamah Rakyat di Jakarta pada Selasa, 25 Juni 2024.
‘’Tolong tunjukkan keadilan di muka bumi ini karena negeri
ini punya kami. Selama pemerintahan Presiden Jokowi yang berkuasa saat ini
tidak ada keadilan,’’ ungkap Harapandi, salah seorang petani Tanjung Sakti
Mukomuko pada agenda sidang Mahkamah Rakyat yang dihadiri ratusan perwakilan
warga se Indonesia.
Harapandi menyatakan, bila konflik agraria yang terjadi di
Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, dan di berbagai wilayah di Indonesia
tidak diselesaikan, besar kemungkinan masyarakat akan mencabut mandat Jokowi
sebagai Presiden Indonesia.
Tiga anggota kelompok tani Tanjung Sakti Mukomuko Provinsi
Bengkulu dituntut perdata senilai Rp7,2 miliar oleh PT DDP.
Dalam putusan tingkat pertama, tiga petani atas nama
Harapandi, Rasuli dan Ibnu Amin, dinyatakan bersalah telah menghalang-halangi
aktivitas perusahaan namun soal tuntutan ganti rugi dari PT DDP sebesar Rp7,2
miliar tidak dikabulan oleh hakim. Namun, pada putusan tingkat banding atau
tingkat dua, para petani dinyatakan bersalah dan dihukum membayar denda Rp3
miliar.
Terkait hukuman untuk membayar kerugian ini, hakim pada
tingkat banding membantah pernyataan hakim pada tingkat pertama, dimana pada
putusan tingkat pertama, para hakim menyatakan bahwa metode dan cara
penghitungan kerugian yang disampaikan PT DDP tidak dapat diterima.
Atas dasar putusan pada tingkat pertama dan kedua ini, para
petani kembali mencari keadilan melalui jalur konsitusional, mereka ditemani
oleh enam orang kuasa hukum pada hari ini menyampaikan memori kasasi melalui PN
Mukomuko.
Kuasa hukum petani, Efyon Junaidi menyatakan bahwa dari awal
gugatan PT DDP ini tidak jelas. Sebab dalam gugatan ada HGU namun ada bukti
surat yang dikeluarkan oleh PT DDP sendiri yang menyatakan mereka baru memiliki
izin prinsip.
“Ada hal yang tidak konsisten antara alas gugatan dengan
bukti surat. Beberapa catatan penting yang menjadi dasar gugatan ini adalah HGU
N0 125/2017 yang dinyatakan sebagai alas hak tapi tidak disertai lampiran peta
bidang tanahnya,” kata Efyon.
Hal ini menimbulkan tanda tanya besar mengapa PT DDP tidak
memasukan peta tersebut sehingga data dan informasi yang dihadirkan menjadi
terang benderang.
Pertanyaan lain menurutnya adalah dalam gugatan ini hanya
menggugat 3 orang, sementara jumlah anggota kelompok petani Tanjung Sakti yang
mengusahakan ahan yang dinyatakan tidak lengkap izinnya itu setidaknya
berjumlah 45 orang.
Wilayah perkebunan yang dinyatakan milik PT DDP di Desa
Serami yang dijaga dan dirawat oleh petani Tanjung Sakti merupakan areal semak
dan tidak terurus dengan baik. Situasi ini membuat petani berani mengelola
areal tersebut. (Red)