GUDATAnews.com, Kota
Bengkulu - Genesis Bengkulu mendesak tindakan nyata
pemerintah dan aparat penegak hukum atas tindakan 13 perusahaan sawit di
Provinsi Bengkulu yang terbukti melakukan kegiatan usaha di dalam kawasan hutan
secara illegal tanpa adanya Persetujuan Penggunaan Kawasan hutan (PPKH). Fakta
ini terungkap melalui analisis spasial dan pengumpulan data mendalam yang
dilakukan oleh Genesis Bengkulu, yang memperlihatkan bagaimana
perusahaan-perusahaan ini secara terang-terangan melanggar hukum dan
mempercepat laju deforestasi di Provinsi Bengkulu.
Berikut adalah daftar 13 perusahaan sawit yang beroperasi
ilegal di kawasan hutan:
1. PT AGRO NUSA RAFFLESIA
2. PT SANDABI INDAH LESTARI
3. PT AGRI ANDALAS BENGKULU
4. PT ALNO AGRO UTAMA
5. PT MITRA PUDING MAS
6. PT MUKOMUKO AGRO SEJAHTERA
7. PT SURYA ANDALAN PRIMATAMA
8. PT AQGRA PERSADA
9. PT Daria Dharma Pratama
10. PT PD Pati
11. PT Persada Sawit Mas
12. PT Laras Prima Sakti
13. PT Jetropa Solution
Temuan Genesis menunjukkan bahwa praktik perusakan hutan
oleh perusahaan-perusahaan ini bukanlah kasus yang kebetulan. Ini adalah bentuk
pelanggaran yang sistematis. Bukti kuatnya adalah pengakuan tidak langsung
perusahaan tersebut dengan keterlibatan mereka dalam pengajuan revisi kawasan
hutan tahun 2019 silam. Langkah itu mengindikasikan kesadaran mereka atas
pelanggaran, sembari berupaya mencari jalan pemutihan atas aktivitas ilegal
yang telah berjalan.
Dari 13 perusahaan tersebut, hanya 8 perusahaan yang
mengajukan penyelesaian melalui mekanisme Pasal 110 A dan B Undang-Undang Cipta
Kerja, suatu bentuk pengakuan atas pelanggaran yang telah dilakukan. Mereka
adalah PT Agro Nusa Rafflesia, PT Sandabi Indah Lestari, PT Agri Andalas
Bengkulu, PT Alno Agro Utama, PT Mitra Puding Mas, PT Mukomuko Agro Sejahtera,
PT Surya Andalan Primatama, dan PT Aqgra Persada.
Namun demikian, pengajuan ini bukan berarti pelepasan
tanggung jawab begitu saja. Langkah administratif ini tidak menghapuskan
kerusakan ekologis yang telah mereka timbulkan. Lebih memprihatinkan, 5
perusahaan lainnya justru tidak menunjukkan itikad baik sama sekali dengan
belum mengajukan permohonan penyelesaian.
Perusahaan-perusahaan ini seakan menganggap kawasan hutan
sebagai lahan garapan pribadi tanpa konsekuensi.
Genesis Bengkulu menegaskan bahwa fakta ini adalah ujian
nyata bagi komitmen pemerintah dalam menjaga hutan dan menegakkan hukum. Satgas
Penanganan Kawasan Hutan (PKH) didesak untuk segera mengambil tindakan tegas
dengan memproses hukum semua perusahaan yang melakukan pelanggaran tanpa
terkecuali.
Lebih jauh, Genesis menyoroti absennya pengumuman resmi dari
kementerian terkait soal perusahaan mana saja yang permohonannya diterima.
Ketiadaan transparansi ini memperbesar risiko permainan kotor yang merugikan
kepentingan publik dan keberlanjutan lingkungan.
Egi Ade Saputra, selaku Dirrektur Genesis mengatakan,
kawasan hutan adalah benteng bagi keanekaragaman hayati dan penyangga
kehidupan. Setiap hektar hutan yang dikorbankan untuk kepentingan korporasi
yang rakus adalah pengkhianatan terhadap generasi masa depan.
“Mekanisme penegakan hukum terhadap korporasi melakukan
kerusakan kawasan hutan sudah jelas disebutkan dalam UU No.41 Tahun 1999, UU
No.32 Tahun 2009, UU No.18 Tahun 2013, KUHP dan Doktrin Pertanggungjawaban
Pidana Korporasi, PP No 24 Tahun 2021, PP No 22 Tahun 2021 dan Permen LHK No.8
Tahun 2021. Sekrang kita lihat apakah pemerintah kita berani menegakan hukum
tersebut terhadap para korporasi tersebut,” jelas Egi
Egi berkata, ”Jika negara gagal bertindak, maka deforestasi
akan terus meluas, bencana ekologis akan semakin sering terjadi, dan rakyatlah
yang menanggung derita.” (Rls)