rza3z0iXwfrhP0Bo61a36W2lz3i7Fxgii3ShC0NK

Cari Blog Ini

Laporkan Penyalahgunaan

Akibat Kurikulum Belum Update, 70 % Siswa SMP Sint Carolus Bengkulu Tak Tahu Batubara Penyebab Krisis Iklim

 


GUDATAnews.com, Kota Bengkulu - Akibat kurikulum pendidikan di Indonesia belum diupdate, sebanyak 70 % atau 131 siswa SMP Sint Carolus Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu tidak mengetahui bahwa batubara sebagai salah satu penyebab krisis iklim yang berdampak buruk bagi planet Bumi. Hanya 30 persen atau 56 siswa yang mengetahui bahwa krisis iklim  berdampak buruk bagi bumi.

Manajer Sekolah Energi Bersih Kanopi Hijau Indonesia Hosani, menyampaikan, data tersebut dihimpun berdasarkan hasil kuesioner yang disebarkan terhadap 187 siswa SMP Sint Carolus Bengkulu pada kegiatan Sekolah Energi Bersih #2 di sekolah tersebut pada Kamis 16 Mei 2024.

Tidak hanya siswa SMP, mayoritas dari 854 anak muda yang dijangkau oleh Sekolah Energi Bersih tidak mengetahui terjadinya krisis iklim adalah akibat penggunaan batubara. Situasi ini bisa menjadi sebuah refleksi bahwasannya anak muda di tempat lain juga mengalami keterbatasan informasi.

‘’Sebagian besar siswa mengetahui bahwa hanya sampah yang menjadi penyebab krisis iklim di bumi sesuai dengan materi pelajaran yang mereka terima,’’ kata Hosani.

A.A.A Milianka Yashoda Ariputra seorang siswa SMP Sint Carolus Bengkulu mengatakan bahwa energi kotor batubara merupakan informasi baru baginya.

“Setelah saya tahu bahwa batubara memiliki dampak buruk bagi bumi, sebaiknya transisi energi bersih harus dipercepat demi keselamatan kita saat ini dan bumi di masa depan” harapnya.

Menurut data Badan Energi Internasional (IEA) yang dikutip oleh Greenpeace mengungkapkan bahan bakar fosil Batubara menyumbang 44% dari total emisi CO2 global. Pembakaran batubara adalah sumber terbesar emisi gas GHG (greenhouse gas), yang memicu perubahan iklim.

Diikuti dengan penyebab lainnya seperti 12% dari sektor pertanian, 6,6% dari proses industri, 3,5% dari sampah dan 2,9% dari penggunaan lahan dan sektor kehutanan.

Disisi lain laju krisis iklim saat ini telah mencapai pada titik kritis dilihat dari meningkatnya suhu bumi di angka  1,2⁰ C- 1,3⁰ C. Beberapa ilmuwan mengatakan jika terus menggunakan energi batubara, ambang batas suhu bumi di 1,5⁰ C akan terlampaui di tahun 2030.

Dalam kurun waktu 6 hingga 10 tahun kedepan anak muda yang saat ini sedang di bangku SMP, SMA dan Perguruan Tinggi sedang di masa produktif.

 


Ali Akbar Ketua Kanopi Hijau Indonesia menjelaskan situasi tidak sampainya informasi krisis iklim kepada anak muda di Bengkulu menjadi potret bahwa tidak bertumbuh dan berkembangnya materi pendidikan di Indonesia. Hal ini menjadi bentuk pemerintah tidak menganggap penting krisis iklim bagi pengetahuan anak muda.

“Seharusnya negara, dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Budaya Republik Indonesia bertanggung jawab. Negara sudah sepatutnya berpikir progresif daripada sekarang dalam proses diseminasi pengetahuan yang notabenenya berkaitan dengan masa depan penerus bangsa” tegas Ali Akbar

Ia juga menambahkan bahwa negara memiliki kekuatan besar yang mampu menjangkau seluruh stakeholder pendidikan di pelosok indonesia untuk menanamkan informasi krisis iklim dan transisi energi yang bersih, adil dan berkelanjutan.

‘’Bila negara tidak aktif dalam mengantisipasi krisis iklim di bumi yang darurat ini maka generasi muda kedepan akan hidup dalam ancaman bencana yang selalu terjadi  dan makin parah sehingga menimbulkan banyak korban jiwa,’’ tukas Ali Akbar.

Sementara itu, Kepala SMP Sint Carolus Kota Bengkulu, Hiasintus Yudha Arnoldus, S.Pd, Gr mengatakan, bentuk kecintaan pihaknya terhadap lingkungan  adalah dengan menggunakan botol minum sendiri, mengelola sampah menjadi ekobrik atau eksoenzim, dan menanam pohon.

‘’Kegiatan sekolah energi bersih dapat menjadi wadah siswa untuk berkontribusi menyelamatkan lingkungan dan mampu menjadi generasi penerus yang mampu memikirkan bangsa dengan bijak agar bumi tetap baik,’’  harapnya.

Yuda menyampaikan, penggunaan energi bersih harus mulai digalakkan walaupun mahal namun manfaat yang diterima lebih banyak baik secara ekonomi dan perawatan yang dapat diterima jangka panjang. 

‘’Penggunaan energi bersih bersumber dari air, angin dan matahari mampu melestarikan bumi kita dari kerusakan akibat dari energi batubara,’’ tutup Yudha.

Adapun tim Sekolah Energi Bersih yang berperan dalam kegiatan tersebut terdiri dari Michelia Bano Syafitri (SMAN 1 Kota Bengkulu), Lexsa Angelia (SMAN 1 Kota Bengkulu), Arif Pirmansyah (SMKN 2 Kota Bengkulu), Wegel Fransisko (SMKN 2 Kota Bengkulu), Rafid Krisna Patria (SMAN 7 Kota Bengkulu), Sheiren Donita (SMAN 7 Kota Bengkulu), dan Arie Nulhakim (UIN-FAS Bengkulu).(Rls)

Artikel Terkait

Artikel Terkait