GUDATAnews.com,
Mukomuko - Setelah
digugat sebesar Rp 7,2 Miliar, para petani melakukan aksi menggalang donasi
untuk PT Daria Dharma Pratama (DDP) di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu.
Aksi penggalangan donasi dilakukan beberapa orang petani di
depan kantor PT DDP Mukomuko dengan memasukkan uang senilai seribu rupiah ke
dalam kotak bertuliskan ‘Rp. 1000,- untuk PT DDP atas gugatan terhadap petani’.
Selain itu para petani juga membentangkan spanduk yang bertuliskan ‘PT DDP
menggugat petani 7,2 Miliar’.
Aksi ini untuk mengabarkan kepada seluruh petani di Provinsi
Bengkulu maupun di Indonesia, bahwa posisi petani sekarang ini marjinal. Sumber penghidupan petani berupa tanah
dikuasai oleh korporasi.
“Aksi simbolik ini bertujuan menghimpun dukungan kepada para
petani, untuk bersama-sama meminta Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) agar
membatalkan seluruh gugatan PT DDP Mukomuko terhadap 3 orang Petani Tanjung
Sakti, ” kata Harapandi, salah seorang dari 3 petani yang digugat PT DDP.
Berdasarkan catatan konflik seperti yang diberitakan
sebelumnya, kasus 3 Petani Tanjung Sakti Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu
digugat PT DDP 7,2 Miliar rupiah yang saat ini sedang mencari keadilan hingga
ke Mahkamah Agung (MA). Para petani merasa vonis membayar Rp 3 Miliar yang
dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Bengkulu, dalam kasus sengketa lahan dengan
PT DDP, tidaklah adil.
Sengketa lahan antara anggota Petani Tanjung Sakti dan PT DDP
ini sudah berlangsung kurang lebih tiga tahun. Awalnya para petani melihat
lahan kebun yang tidak terurus dan mempertanyakan status lahan itu kepada PT
DDP. Pihak perusahaan menyampaikan bahwa lahan tersebut belum memiliki HGU.
Hal tersebut kemudian menjadi dasar petani yang tidak
memiliki tanah untuk mengelola lahan tersebut. Hal ini juga diperkuat oleh
surat PT DDP No: 113/DD-APE/III/2022 tertanggal 9 Maret 2022, yang pada
pokoknya PT DDP mengakui bahwa diwilayah Air Sulek berada di luar HGU PT DDP.
Setelah beberapa lama petani mengusahakan lahan tersebut,
pihak PT DDP mulai mendatangi petani dan meminta petani untuk keluar dari lahan
yang telah dibersihkan dan dikelola petani. Pihak perusahaan mengklaim lahan
tersebut adalah milik mereka dengan HGU N0. 125.
Saat petani meminta pihak perusahaan menunjukkan bukti
kepemilikan HGU di atas lahan tersebut, pihak perusahaan tidak dapat
menunjukkannya. Sehingga sering terjadi perdebatan, bahkan bentrok di lahan
antara karyawan perusahaan dan petani. Dalam prosesnya, PT DPP menggugat 3
orang petani Tanjung Sakti dengan tuduhan perbuatan melawan hukum.
Sebanyak 40 orang petani yang sedang berjuang mempertahankan
garapannya di wilayah Air Sulek setiap hari mendapatkan intimidasi dan
kriminalisasi dari petugas PT DDP.
Sementara itu Ahmad Husen Mantan Kepala Desa Sibak menyatakan PT DDP tidak hanya berkonflik
dengan Petani Tanjung Sakti, akan tetapi juga dengan Petani Maju Bersama di
Malin Deman, Koalisi Masyarakat sipil, Masyarakat Bunga Tanjung dan Retak
Mudik.
“Kami mendukung aksi yang dilakukan di depan Kantor PT DDP
Mukomuko tersebut, karena sebagai bentuk menyelamatkan kampungnya dan demi
mempertahankan kehidupan masyarakat petani. Gugatan PT DDP terhadap Petani
Tanjung Sakti, di tingkat pertama dan banding menjadi fakta bahwa negara pun
sedang tidak berpihak kepada masyarakat petani,’’ tambah Ahmad Husen.
Dikutip dari catatan akhir Tahun Konsorsium Pembaharuan
Agraria (KPA) Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika, mengatakan, KPA menilai
salah satu pemicu bertambah luasnya ladang konflik dan banyaknya warga yang
terkena dampak adalah adanya upaya perusahaan perkebunan merebut lahan
masyarakat dengan dalih mengantongi HGU. Tak sedikit pula terjadi perampasan
tanah masyarakat oleh korporasi yang memperluas area usahanya tanpa hak.(Rls)