GUDATAnews.com,
Bengkulu - Jaringan
Transmisi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) Batubara Teluk Sepang milik PT Tenaga Listrik Bengkulu (TLB), sudah 2
kali menelan korban. Pertama seorang warga bernama Prih Antini yang tinggal di
Desa Babatan, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Seluma. Korban Prih Antini
terpental akibat tersengat listik, setelah dicek atap rumahnya menggunakan alat
tespen ternyata terdapat aliran listrik. Saat ini kondisi korban mengalami
gangguan kejiwaan serta ketergantungan obat.
Kedua, anak sulung dari Ibu Lina yang tinggal di Kelurahan
Teluk Sepang, Kecamatan Kampung Melayu, Kota Bengkulu. Saat kejadian korban
tersengat aliran listrik ketika menyentuh air hujan yang ditampung di kamar
mandi rumahnya. Korban saat ini menderita trauma, bila hujan datang korban
ketakutan dan langsung mematikan semua peralatan listrik dirumahnya. Apalagi
sampai sekarang rumahnya tetap berada di areal berbahaya SUTT PLTU Teluk
Sepang.
Jaringan tersebut juga menimbulkan kerugian ekonomi bagi
kedua korban, yakni televisi menjadi mati total.
Sementara itu dalam Dokumen ANDAL RKL-RPL menyebutkan bahwa,
Jaringan SUTT memancarkan gelombang magnet yang berefek pada timbulnya rasa
lelah hingga kehilangan ingatan bila terpapar terlalu lama. Jaringan SUTT juga menimbulkan
medan listrik yang dapat menyengat manusia dan menimbulkan efek turunan seperti
luka bakar hingga gangguan jiwa. Serta Jaringan SUTT akan melepaskan muatan
listrik yang membuat peralatan elektronik menjadi rusak.
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Posko Lentera,
ditemukan 38 bangunan aktif yang dihuni ratusan warga. Puluhan bangunan
tersebut berada tepat di areal berbahaya jaringan SUTT PLTU Teluk Sepang.
Bangunan bangunan tersebut berupa 22 rumah, 5 kandang ayam, 2 pondok kebun, 8
pondok pembuatan batu bata, dan 1 lapak pasar. Ratusan warga tersebut akan
menjadi korban selanjutnya.
Jaringan SUTT PLTU Teluk Sepang memiliki panjang jaringan
sejauh 23,3 km. Jaringan ini membentang dari Kecamatan Kampung Melayu Kota
Bengkulu (Kelurahan Teluk Sepang), Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma (Desa
Riak Siabun, Desa Riak Siabun 1, Desa Air Kemuning, dan Desa Air Petai), hingga
Kecamatan Talang Empat Kabupaten Bengkulu Tengah (Desa Air Putih, Desa Padang
Ulak Tanjung, dan Desa Air Sebakul).
Harianto, Koordinator Posko Lentera menyebutkan bahwa PT TLB
tidak belajar dari sanksi sanksi yang dijatuhkan oleh Dirjen Penegakkan Hukum
(Gakkum) Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Sudah dijatuhkan Sanksi Administratif dan dikenakan 3 kali
rapor merah, PT TLB masih tidak patuh pada amanat Dokumen ANDAL RKL-RPL,” kata
Anto.
Temuan ini telah dilaporkan ke Gakkum KLHK melalui web
pengaduan KLHK adu.com, namun situs tersebut tidak dapat dibuka. Saat ini
laporan akan dibuat secara tertulis untuk dikirimkan langsung kepada Dirjen
Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani.
Menanggapi temuan hasil pemantauan yang dilaksanakan oleh
Posko Lentera, Cim dari Kanopi Hijau Indonesia, menyampaikan bahwa Gakkum KLHK
tidak serius menanggapi laporan ketidakpatuhan korporasi dari warga Teluk
Sepang.
“Sanksi yang dijatuhkan pada PT TLB seperti tidak berefek,
penegakan hukumnya tidak berjalan dengan adil. PT TLB masih melenggang dengan
ketidakpatuhannya pada amanat Dokumen ANDAL,” tutup Cim.(Rls)