rza3z0iXwfrhP0Bo61a36W2lz3i7Fxgii3ShC0NK

Cari Blog Ini

Laporkan Penyalahgunaan

Bentang Alam Seblat Bengkulu Makin Memprihatinkan dan Gajah pun Terancam

 


GUDATAnews.com, Bengkulu - Menanggapi kunjungan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK) ke Bentang Alam Seblat yang menyatakan “pemerintah berkomitmen menyelamatkan habitat Gajah Sumatera”, Genesis Bengkulu merilis data lapangan yang menunjukkan fakta sebaliknya yakni:

Hutan alam di kantong populasi Seblat terus hilang setiap tahun, bahkan di dalam kawasan konservasi.

“Komitmen tidak bisa diukur dari kunjungan pejabat dan konferensi pers. Ukurannya sederhana yaitu berapa hektar hutan yang masih utuh? Dan data menunjukkan, hutan Seblat terus hilang,” ungkap Egi Ade Saputra, Direktur Eksekutif Genesis Bengkulu.

 

Kehilangan Hutan yang Terukur

Analisis data MapBiomas Indonesia 4.0 dan Citra Sentinel 2025 menunjukkan kondisi tragis Bentang Alam Seblat, salah satu dari 22 kantong populasi Gajah Sumatera yang diakui Kementerian LHK:

Total luas kantong Seblat: ±144.000 hektar

Hutan negara: 78%

Areal penggunaan lain (APL): 22%

Kehilangan tutupan hutan 1990–2024: 50.700 hektar (37%)

Laju kehilangan: ±1.400 hektar per tahun

Sisa hutan alam 2025: ±85.000 hektar (59%)

 

Sebagian besar kehilangan hutan terjadi di zona hutan produksi (66.000 ha) yang kini hampir sepenuhnya dikuasai oleh dua perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH):

PT Bentara Agra Timber (BAT): 22.020 ha

PT Anugerah Pratama Inspirasi (API): 41.988 ha

Dari total dua izin tersebut, hutan alam hanya tersisa 37.000 ha (59%),dan sebagian sudah rusak akibat aktivitas penebangan di luar rencana kerja perusahaan.

 

Deforestasi Terbaru 2025: 3.410 Hektar Hutan Hilang

Analisis Citra Sentinel Juli–Oktober 2025 menemukan 775 titik deforestasi dengan total luas 3.410,10 hektar di dalam kantong populasi Seblat. Distribusi titik-titik deforestasi adalah sebagai berikut:

Lokasi

Titik

Luas (ha)

Keterangan

 

PT BAT

262

1.239,00

Diduga di blok rencana kerja 2029–2048

 

PT API

243

1.209,00

Diduga blok tahun 2027, 2029, 2030, 2037, 2038

 

Luar PBPH

245

665,80

Di kawasan hutan tanpa izin aktif

 

TNKS

78

296,00

Di kawasan konservasi, World Heritage Site

 

Total

775

3.410,10

 

 


 

Deforestasi Menyentuh Kawasan Konservasi

Lebih ironis lagi, Genesis Bengkulu menemukan deforestasi seluas 296 hektar di dalam Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), kawasan konservasi dengan status Warisan Dunia UNESCO.

Sebaran deforestasi tersebut mencakup:

15 titik (55,61 ha) di wilayah izin PT API – Desa Lebong Tandai

(Koordinat 3°04'36.54"S – 101°58'42.09"E dan 2°53'55.06"S – 101°46'46.66"E)

31 titik (173,33 ha) di wilayah izin PT BAT – Desa Tunggang, Karya Mulya, Air Berau, Lubuk Bento

30 titik (64,07 ha) di luar izin – Desa Lubuk Silandak dan Bukit Makmur

“TNKS seharusnya menjadi garis merah yang tidak tersentuh, tapi sekarang sudah berlubang di banyak titik. Ini adalah bukti nyata bahwa komitmen penyelamatan habitat tidak berjalan di lapangan,” ujar Egi.

 

Krisis Tata Kelola Izin Kehutanan

Kawasan hutan produksi di Seblat kini menjadi pusat degradasi terbesar di Provinsi Bengkulu. Dari total 66.000 hektar kawasan hutan produksi, 97% telah dieksploitasi oleh izin PBPH.

Ironisnya, hingga kini tidak ada audit izin maupun tindakan tegas terhadap perusahaan yang membuka hutan di luar Rencana Kerja Tahunan (RKT).

“Jika pemerintah sungguh berkomitmen, seharusnya langkah pertama bukan meninjau lapangan, tetapi meninjau ulang izin-izin korporasi yang menjadi penyebab utama hilangnya hutan alam Seblat,” lanjut Egi.

 

Krisis Ekologis dan Ancaman Kepunahan

Bentang Alam Seblat adalah ruang hidup terakhir Gajah Sumatera di Bengkulu. Hilangnya tutupan hutan telah menyebabkan:

fragmentasi habitat,

terputusnya koridor migrasi gajah, dan

meningkatnya konflik satwa-manusia di Lebong Tandai, Tunggang, dan Lubuk Silandak.

“Jika kehilangan hutan di Seblat terus terjadi pada laju saat ini, maka dalam dua dekade ke depan Gajah Sumatera di Bengkulu akan punah secara fungsional,” ujar Egi.

 

Data vs Komitmen

Kunjungan Wamen LHK ke Seblat seharusnya menjadi momentum koreksi, bukan selebrasi.

Kenyataan menunjukkan bahwa antara 2020–2025, hutan Seblat terus menyusut, sementara izin baru tetap aktif. Kebijakan pemerintah masih lebih berpihak pada korporasi ketimbang pada keberlanjutan ekosistem.

“Komitmen penyelamatan habitat tidak bisa hanya berupa foto di tengah hutan. Komitmen sejati adalah menghentikan deforestasi, mencabut izin bermasalah, dan memulihkan hutan yang telah hilang,” tegas Egi.

 


Tuntutan Genesis Bengkulu

Moratorium penuh atas izin PBPH di Bentang Alam Seblat.

Audit independen terhadap pelaksanaan RKU dan RKT perusahaan kehutanan di wilayah Seblat.

Penegakan hukum terhadap pelaku deforestasi di TNKS dan luar izin.

Pemulihan konektivitas habitat gajah melalui restorasi di Air Rami – Seblat – TNKS.

“Seblat bukan sekadar lanskap. Ia adalah denyut terakhir hutan dataran rendah Bengkulu. Jika ia hilang, maka sejarah Gajah Sumatera di pulau ini akan berakhir di tangan kita,” demikian Egi.(Rls)

Artikel Terkait

Artikel Terkait