GUDATAnews.com,
Bengkulu - Seluas
6.358,00 hektar tutupan hutan alami Bentang Alam Seblat Provinsi Bengkulu yang
merupakan habitat kunci gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatras) telah
berkurang dalam rentang waktu 2020-2022. Jumlah ini diketahui berdasarkan hasil
analisis tutupan lahan yang dilakukan oleh Konsorsium Bentang Alam Seblat melalui metodologi remote sansing
memanfaatkan citra sentinel yang divalidasi menggunakan citra satelit google
earth.
Dalam analisis tersebut konsorsium yang terdiri dari Genesis
Bengkulu, Kanopi Hijau Indonesia, dan Lingkar Inisiatif menemukan hutan seluas
6.358,00 hektar itu telah berubah menjadi pertanian lahan kering campuran
seluas 3.553 hektar, menjadi lahan terbuka seluas 2.088 hektar, semak belukar
seluas 407,38 hektar, dan perkebunan seluas 308,99 hektar.
Padahal, Bentang Alam Seblat merupakan habitat terakhir bagi
spesies terancam punah yakni gajah sumatera di Provinsi Bengkulu, yang
membentang dari kawasan hutan TWA Seblat hingga ke kawasan hutan Taman Nasional
Kerinci Seblat (TNKS).
Pada kawasan Bentang Alam Seblat terdapat tiga kantong habitat
Gajah Sumatera yang terdiri dari HP Air Teramang seluas 4.818,00 hektar), HP
Air Rami (14.010,00 hektar) dan TWA Seblat (7.732,80 hektar).
TWA Seblat hingga saat ini berfungsi sebagai Pusat Latihan
Gajah Sumatera dalam pengawasan langsung BKSDA Bengkulu-Lampung. Apalagi, saat
ini populasi gajah sumatera di Provinsi Bengkulu diperkirakan hanya tersisa 70
– 150 individu (BKSDA Bengkulu – Lampung).
Menurut Egi Ade Saputra, selaku perwakilan Konsorsium Bentang
Seblat yang juga merupakan Direktur Genesis Bengkulu mengatakan 55,89 persen dari 6.358,00 hektar hutan yang
dialihfungsikan telah menjadi lahan perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan
hutan Bentang Alam Seblat.
“Adanya aktivitas petanian lahan campuran di dalam kawasan
hutan yang didominasi oleh tanaman sawit menggambarkan mudahnya setiap orang
untuk menguasai dan mengelola kawasan hutan untuk dijadikan lahan perkebunan.
Kondisi ini semakin mengancam populasi tersisa satwa Gajah Sumatera di Bentang
Alam Seblat dan memperbesar peluang terjadi konflik antara satwa gajah dengan
manusia,” jelasnya.
Sebagai tindakan serius dalam menyelamatkan kawasan,
Konsorsium Bentang Alam Seblat telah berupaya melakukan sosialisasi tentang
konservasi gajah terhadap 7 desa penyangga Bentang Alam Seblat, melakukan
patroli kolaborasi bersama polisi hutan, dan bahkan melaporkan setiap temuan
kasus ilegal loging dan perambahan di dalam kawasan hutan Bentang Alam Seblat
ke pihak aparat penegak hukum.
Namun itu tidak cukup untuk mempertahankan keselamatan gajah
dan habitatnya akibat pemburuan dan kerusakan habitat dikarenakan aktivitas
perusahaan kayu dan pembukaan lahan perkebunan.
Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar mengatakan terdapat
tiga korporasi yang beraktivitas dalam wilayah dan sekitar Bentang Alam Seblat
yang ikut serta dalam Forum Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Bentang Alam
Seblat yang tercantum dalam SK Gubernur No. S497/DLHK 2017 yang terdiri dari PT
Alno Agro Utama dan PT Anugrah Pratama Inspirasi. Menurut Ali, hadirnya
korporasi di dalam forum seharusnya semakin memperkuat perlindungan dan
pengawasan terhadap Bentang Alam Seblat.
Namun sayangnya kerusakan pada Bentang Alam Seblat tetap
tidak terbendung sehingga hanya dalam kurun waktu tidak genap tiga tahun,
tutupan hutan alami bentang alam seblat yang merupakan habitat kunci gajah
Sumatera di Bengkulu hilang seluas 6.358,00 hektar.
"Padahal gajah sebagai satwa payung memiliki fungsi
ekologis penting sebagai penjamin kekayaan keragaman hayati tetapi di sisi lain
dengan pendekatan populasi pertumbuhannya sangat lambat," ungkapnya.
Dengan kata lain, kata Ali, laju kepunahan tidak sebanding
dengan laju reproduksi sementara di sisi lain ancaman keselamatan satwa yang
disebabkan persepsi gajah sebagai satwa pengganggu dan kepedulian dari para
pihak juga masih rendah, maka sangat wajar gajah Sumatera di Bentang Alam
Seblat dan wilayah lain di Sumatera menuju era kepunahan.
Perwakilan konsorsium lainnya yang juga Direktur Lingkar
Inisiatif, Iswadi mengungkapkan dari patroli yang dilakukan oleh tim, ancaman
terhadap habitat gajah selalu ditemukan di setiap kawasan hutan yang didatangi.
Menurutnya, perlu keseriusan oleh para pihak untuk menjaga
keselamatan gajah seperti dari pemangku kepentingan antara lain dari Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(DLHK). Tak hanya pihak pemangku kepentingan saja, tetapi Pemegang izin
IUPHK-HA pada kawasan Bentang Alam Seblat juga bertanggung jawab menjalankan
fungsinya untuk perlindungan dan pengawasan.
Iswadi mengatakan kehilangan habitat otomatis akan berdampak
pada kelangsungan hidup spesies di wilayah ini, termasuk gajah Sumatera dan
satwa lainnya. Salah satunya akibat kehilangan habitat maka perburuan liar
terhadap gajah juga semakin mudah dilakukan karena gajah telah terpisah dalam
kelompok kecil.
Kondisi gajah yang hidup berkelompok dan terpisah juga
berbahaya bagi kelangsungan populasi gajah tersebut karena berpotensi mengalami
perkawinan satu kelompok yang membuat secara genetik menjadi lemah.
“Kehilangan habitat ini juga membuat sulit juga mendapatkan
pakan, karena itu bertepatan dengan peringatan Hari Gajah Sedunia pada 12
Agustus 2022 ayo berkontribusi pada kelangsungan hidup gajah Sumatera dengan
berdonasi untuk pengadaan pakan gajah jinak di PLG Seblat,” tuturnya.
Dalam rangkaian peringatan Hari Gajah Sedunia 2022,
konsorsium menggelar sejumkah kegiatan antara lain dialog publik, pentas seni
dan donasi publik untuk pengadaan pakan gajah serta kemah di habitat gajah
Sumatera di Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat, di Kabupaten Bengkulu Utara.
Peringatan Hari Gajah Sedunia 2022, konsorsium mengangkat tema “Pastikan Aku,
Kamu, Kita, dan Gajah selamat di rumahnya.” (Rls)