GUDATAnews.com, Kota
Bengkulu - Puluhan
pemuda Koalisi Bela Petani menggelar
aksi simpatik di bundaran Simpang Lima Ratu Samban Kota Bengkulu, Jumat 23
September 2022. Kegiatan ini adalah bentuk empati terhadap nasib ribuan petani
akibat terabaikannya posisi mereka sebagai penjaga tatanan negeri Indonesia
(PETANI).
Negara yang luas, tanah yang subur serta kelimpahan tenaga
tidak menjadikan negara memperhatikan nasib petani. Mereka terperosok kedalam
jurang kemiskinan yang berkepanjangan, tanpa tanah, tanpa masa depan.
‘’Kita sudah mengetahui bahwa Indonesia adalah negara agraris
karena memiliki tanah yang subur. Namun semua itu sepertinya hanya untuk para
pemodal,’’ kata Sopian, Perwakilan
Petani Bengkulu Utara.
Ia menjelaskan, situasi petani saat ini jauh lebih miris dari
hanya urusan pupuk bersubsidi. Dimana para petani menguasai tanah akan tetapi
setiap hari dihadapkan dengan perusahaan yang dibekengi oknum aparat. Dimana
perusahaan tersebut sudah habis masa aktifnya dan dalam kondisi terlantar. Para
petani memanfaatkan tanah terlantar itu selama bertahun-tahun untuk menyambung
hidup.
Sementara Meiko selaku korlap aksi berujar, ‘’Ajang ini merupakan aksi gabungan beberapa elemen
yang menyatakan sikap untuk peduli dan bersolidaritas dengan nasib petani saat
ini. Selain BBM mengakibatkan munculnya masalah baru di petani, ternyata di Bengkulu
terdapat permasalahan konflik Agraria yang juga mesti segera di selesaikan oleh
pemerintah.”
Ia mengungkapkan, saat ini, setidaknya 1.879 orang yang
tersebar di Provinsi Bengkulu setiap harinya berjuang dan berhadap-hadapan
dengan konflik agraria di Bengkulu. (HKTI Seluma 1.035 orang, Malin Deman
Mukomuko 83 orang, Batik Nau Bengkulu Utara 100 orang, Air Berau Mukomuko 64 orang,
Kec Bang Haji Bengkulu Tengah 40 orang, Teluk Sepang Kota Bengkulu 14 orang,
Sibak Mukomuko 500 orang, Pondok Bakil Bengkulu Utara 43 orang).
Berdasarkan data Kanopi Hijau Indonesia di lapangan, dimana dari jumlah tersebut, ada 105
orang petani di Bengkulu juga tidak jelas status nya di kepolisian akibat dari
perebutan ruang kelola tanah dengan perusahaan (Seluma 20, Bengkulu Utara - Batik
Nau 4 orang, Mukomuko - Malin Deman 71 orang, Mukomuko Air Berau 10 orang).
‘’Apakah negara hari ini hanya membiarkan situasi petani demikian
tersebut. Belum lepas dengan itu, Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan
BBM. Kelompok yang juga paling berdampak adalah petani. Dimana seluruh bahan
pangan naik, akan tetapi nilai jual hasil produksi kami tidak naik, bahkan
dibeli murah,” tuturnya.
Dhimas, mahasiswa Universitas Bengkulu menyatakan, potensi Indonesia sebagai negara agraris
harus diperuntukkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Seharusnya pemerintah sadar dan peka atas hal itu. Namun, petani tragis di
negeri agraris terbukti terjadi di Indonesia dengan berbagai masalah, seperti
kesejahteraan petani yang tidak diperhatikan, krisis regenerasi petani, konflik
agraria, bahkan soal krisis pangan yang bisa saja terjadi serta masalah kompleks
lainnya.
“Dimana pemerintah dan pemerintah bisa apa? Menjadi pertanyaan
awal dalam setiap peringatan Hari Tani Nasional di Indonesia. Harusnya kita
bergembira, faktanya banyak luka,” tambahnya lagi.
Aksi ini sendiri menyuarakan beberapa tuntutan. Meminta
kepada negara untuk tidak melakukan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU)
perkebunan sawit, tidak mengeluarkan izin HGU baru, menurunkan harga BBM serta
adanya kepastian harga hasil pertanian seperti sawit dan karet. (Rls)