rza3z0iXwfrhP0Bo61a36W2lz3i7Fxgii3ShC0NK

Cari Blog Ini

Laporkan Penyalahgunaan

Rendah, Perhatian Terhadap Habitat dan Satwa Gajah Sumatera di Bengkulu

 


GUDATAnews.com, Bengkulu - Dua hari lalu, tepatnya Selasa, 13 September 2022, Konsorsium Bentang Seblat kembali menemukan bangkai gajah di kawasan Bentang Alam Seblat. Temuan pertama sekitar Maret 2021 silam. Keduanya sudah tinggal tulang belulang. Pembeda dari kedua temuan ini adalah satu tanpa  GPS Collar dan yang kedua dengan dengan alat pantau tersebut. Setidaknya sejak 2018 sampai dengan 2022 ada 3 kali kematian yang terdeteksi.

Gajah betina dengan usia sekitar 35 tahun ini merupakan gajah istimewa. Dia dikalungi GPS Collar sejak dua tahun lalu oleh BKSDA Bengkulu-Lampung guna mendeteksi jalur dan keberadaannya. Fungsinya, jika gajah tersebut ke luar kawasan hutan atau mendekati pemukiman, petugas dapat melakukan respon cepat sehingga memiliki waktu untuk memberikan  peringatan, upaya penggiringan gajah kembali ke habitat pun bisa lebih cepat.

Perlindungan gajah, sebagai satwa endemik, langka dan  terancam punah telah lama dilindungi berdasarkan Peraturan Negara seperti Permen LHK Nomor 106 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. Satwa ini telah lama masuk dalam kelas sangat mengkhawatirkan yang dinyatakan oleh   IUCN  sebagai daftar merah (Red List - Endangered), spesies yang terancam punah. Sepertinya tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pelestarian secara keseluruhan. Kawanan ini semakin terancam dan secara perlahan menuju ke arah kepunahan.

Inti masalah terancamannya keselamatan satwa gajah ini disebabkan oleh perebutan ruang hidup antara manusia dengan satwa gajah. Bentang alam seblat adalah wilayah perebutan tersebut.

 

Foto: Mitradi HFA

Bentang Alam Seblat menjadi habitat penting bagi tidak lebih 50 ekor populasi gajah sumatera,  kawasannya terdiri dari;  HPT Air Ipuh 1 dan 2, HPT Lebong Kandis, HP Air Teramang dan HP Air Rami, TWA Seblat serta sebagian kecil kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Pada sebagian besar kawasan hutan produksinya telah dibebani izin penebangan kayu yaitu IUPHHK-HA PT Bentara Arga Timber (BAT) dan IUPHHK-HA PT Anugrah Pratama Inspirasi (API) dengan total luas 73 ribu hektar.

Analisis tutupan hutan yang dilakukan Konsorsium Bentang Seblat terdiri dari Kanopi Hijau Indonesia, Genesis Bengkulu dan Lingkar Inisiatif Indonesia menunjukkan, hingga Agustus 2022, dari seluas 80.987 hektar (ha) kawasan hutan Bentang Seblat yang dipantau, 28 ribu ha telah mengalami kerusakan. Tutupan hutan seluas 34% dari kawasan hutan produksi yang menjadi habitat gajah di Bentang Seblat telah berganti menjadi lahan pertanian, lahan kering campuran dan lahan terbuka.

Kerusakan terparah terdapat di dua kawasan yaitu Hutan produksi (HP) Air Teramang yang  mengalami kerusakan mencapai 46% atau seluas 2.227,5 ha dari total luas 4.818,5 ha. Sedangkan HP  Air Rami mengalami kerusakan sekitar 25% atau seluas 3.499,6 ha dari 14.010 ha luas kawasan hutan ini. Bukaan ini secara umum untuk lahan perkebunan dengan jenis utama kelapa sawit dan terus berlanjut hingga kini.

Pembiaran penguasaan hutan negara dan lemahnya penegakan hukum, baik oleh pemegang izin maupun Dinas Kehutanan terhadap tindakan kejahatan kehutanan selama ini,  telah berkontribusi meningkatkan konflik ruang hidup, yang sekarang telah akut dan mengancam kelestarian gajah liar di Bentang Seblat.

 


Hutan produksi Air Rami dan HP Air Teramang, seyogyanya dilestarikan, karena kawasan ini telah kuat secara hukum. Penetapan HP AIR Rami telah dilakukan melalui SK Menhut nomor 484 tahun 1999, sedangkan HP Air Teramang melalui SK nomor  4042 tahun 2014.

Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh konsorsium bentang seblat seperti melakukan patroli rutin, peningkatan kapasitas masyarakat sampai dengan membangun tim satgas mitigasi dan penanganan konflik, melaporkan kejahatan satwa dan kejahatan kehutanan kepada aparat penegak hukum masih belum mampu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keselamatan baik habitat maupun satwa yang memiliki fungsi ekologis penting ini.

Temuan kematian pada tahun 2021 telah dilaporkan ke aparat penegak hukum Polres Mukomuko, kejahatan habitat telah disampaikan ke penegakan hukum KLHK, Namun sampai dengan sekarang kasus kematian dan pengrusakan kawasan ini tidak naik status.

Bahkan kasus jual beli kawasan hutan yang dirasa telah cukup terang pelakunya, sampai dengan hari ini juga belum ada perkembangan yang berarti. Surat dari pemanggilan dari DLHK tidak pernah direspon oleh orang yang disangkakan sebagai pelaku.

 


Atas situasi tersebut, kami dari konsorsium bentang seblat meminta kepada parapihak yang berkepentingan untuk:

          Mengungkap kasus kematian gajah di Bentang Seblat.

          Mendesak dilakukan penegakan hukum atas kejahatan kehutanan yang terjadi di Bentang Seblat, utamanya terhadap aktivitas penguasaan dan pengrusakan hingga jual/beli kawasan hutan habitat gajah.

          Meminta Pemerintah Daerah dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan pengawasan dan upaya perlindungan pada  habitat dan populasi gajah liar di Bentang Seblat, sehingga tidak terjadi lagi kematian gajah non alami.

          Mendukung pemerintah daerah melakukan evaluasi dan peninjauan ulang atas  Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) Hutan Alam / IUPHHK-HA, Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan izin lainnya yang berada dalam  habitat gajah. (Rls)

Artikel Terkait

Artikel Terkait