GUDATAnews.com,
Bengkulu - Transisi
energi yang sekarang sedang dibahas dalam pertemuan para pemimpin dunia, harus
mengedepankan keselamatan lingkungan dan rakyat. Kami melihat bahwa pembahasan
yang sekarang sedang dilaksanakan cenderung mengarah kepada solusi-solusi
palsu, hal ini terlihat secara jelas dari peraturan peraturan yang terbit.
UU EBET memasukan nuklir sebagai jalan keluar, Perpres 112
tahun 2022 melegitimasi berdirinya PLTU-PLTU batubara baru.
Padahal, fakta yang ada bahwa energi fosil batubara telah
merampas penghidupan rakyat, merusak lingkungan serta menyebabkan kesehatan
rakyat menurun serta secara global sebagai penyumbang terbesar dari krisis
iklim.
Krisis iklim yang mengakibatkan naiknya muka air laut membuat
laju kehilangan daratan Pulau Sumatera semakin cepat. Berdasarkan data yang
diolah Kanopi Hijau Indonesia dari berbagai sumber, seluas 27.175 hektar (ha) daratan
Sumatera hilang hanya dalam kurun waktu 3 tahun saja. Hanya dalam 1,7 tahun
daratan sumatera hilang seluas 15.170 ha setara dengan luas kota Bengkulu.
Hal ini disampaikan dalam dialog publik yang diselenggarakan
Kanopi Hijau Indonesia di Simpang 5 Ratu Samban Kota Bengkulu.
Koordinator Posko Puyang Ratu Sakti, Yusmanilu menyatakan
adanya tambang batubara telah menyebabkan rusaknya saluran irigasi, jalan
dipindahkan dan rusak.
Tidak hanya itu, proses pengangkutan batubara melalui jalan
nasional telah memakan korban. Di sektor hilir, dimana batubara dibakar di PLTU
telah menggusur tanam tumbuh petani, menghilangkan 10 ha hutan mangrove dan
baru-baru ini warga Teluk Sepang mengalami penyakit kulit.
“Di Teluk Sepang, terjadi penyakit kulit yang tidak sembuh
walaupun diobati. Sebelumnya tidak pernah ada kejadian seperti ini sebelum
adanya PLTU batubara,” kata Rosidah.
Hal tersebut dikuatkan Direktur Program dan Kampanye Energi,
Olan Sahayu menyatakan fakta kehilangan daratan Sumatera adalah fakta yang tak
terbantahkan. Jika proses pembakaran batubara tidak diakhiri, bukan tidak
mungkin Sumatera akan hilang.
‘’Untuk itu, kami mendesak pemerintah untuk segera
menghentikan pendanaan batubara. Berhenti sama dengan menghentikan penderitaan
rakyat. Pemerintah wajib menjalankan nilai dan prinsip transisi energi yang
adil dan berkelanjutan,’’ demikian Olan. (Rls)