GUDATAnews.com,
Bengkulu - Data transisi tutupan lahan MapBiomas
Indonesia pada tahun 2000-2022 menunjukan luasnya penurunan yang terjadi pada
tutupan hutan di daratan Indonesia. Berdasarkan data tutupan lahan MapBiomas
Indonesia, hutan pada daratan indonesia memiliki luas 112.388.631 hektare pada
tahun 2000. Namun pada tahun 2022, hutan di daratan Indonesia berkurang menjadi
105.876.146 hektare. Artinya, dalam kurun waktu 23 tahun (2000-2022) tutupan
hutan Indonesia telah berkurang seluas 6.512.485 hektare. Di Bengkulu sendiri,
luas kawasan yang sudah beralih fungsi mencapai 155.724,5 hektare pada tahun
2022, dan hampir setengah dari kerusakan tersebut terjadi di dalam kawasan
hutan produksi.
Genesis Bengkulu sebagai organisasi non pemerintah yang
berfokus pada isu lingkungan dan juga tergabung dalam pengembangan peta
MapBiomas Indonesia, mencoba melihat lebih spesifik tutupan lahan kawasan hutan
Bengkulu dengan menyesuaikan data digital SK.784 tahun 2012 yang berluasan
924.629,70 hektare dengan data MapBiomas Indonesia yang dapat di akses secara
umum pada (https://mapbiomas.nusantara.earth/).
Peta Mapbiomas Indonesia berisi 11 klasifikasi tutupan lahan
dan kategori sebagai berikut:
Dari keterangan di atas, formasi hutan dan mangrove masuk
dalam kategori hutan. Tumbuhan non hutan masuk kategori formasi alami non
hutan. Sawah, sawit, kebun kayu, dan pertanian lainnya masuk kategori
pertanian. Lubang tambang dan non vegetasi lainnya masuk kategori non vegetasi.
Tambak, sungai, danau, laut, masuk dalam kategori tubuh air.
Genesis juga telah menganalisis tutupan lahan di kawasan
hutan Bengkulu pada tahun 2000 dan 2022, serta membaginya menjadi 11
klasifikasi berdasarkan fungsi kawasan hutan konservasi, lindung, dan produksi
sebagai berikut:
Kemudian Genesis coba membandingkan luas kawasan hutan
Bengkulu pada tahun 2000 dan 2022 dengan menyesuaikan klasifikasi tutupan lahan
Mapbiomas dan menghasilkan analisis sebagai berikut:
Analisis yang dilakukan Genesis menunjukan, bahwa luas
tutupan lahan hutan Bengkulu pada tahun 2000 adalah seluas 781.787,62 hektare
dengan pembagian tutupan lahan di kawasan hutan konservasi seluas 418.806,47
hektare, hutan lindung 210.923,07 hektare, dan hutan produksi 152.058,08
hektare. Sedangkan luas tutupan lahan hutan pada tahun 2022 adalah 768.905,20
hektare dengan pembagian tutupan lahan di kawasan konservasi seluas 418.723,20
hektare, hutan lindung 210.413,27 hektare, dan hutan produksi 139.768,73
hektare.
Penjelasan di atas menunjukan, bahwa tutupan lahan hutan
alami di Bengkulu dari tahun 2000 sampai 2022 mengalami pengurangan seluas
12.882,42 hektare. Yang mana pengurangan tersebut terjadi di kawasan hutan
konservasi seluas 83,27 hektare, di hutan lindung 509,8 hektare, dan hutan
produksi 12.289,35 hektare. Angka ini menambah luas kawasan hutan Bengkulu yang
sudah beralih fugsi mencapai 155.724,5 hektare.
“Dari 3 fungsi kawasan hutan yang ada, kawasan produksi lah
yang paling banyak terjadi degradasi,” ungkap Egi, Direktur Eksekutif Genesis.
Dari 155.724,5 hektare kawasan hutan yang sudah beralih
fungsi, hampir setengahnya atau seluas 70.902 hektare terjadi di dalam kawasan
hutan produksi, dan seluas 27.796,98 hektare nya adalah sawit. Tak hanya di
kawasan produksi, bahkan tanaman sawit juga dapat ditemukan di dalam kawasan
hutan konservasi dan lindung.
Kawasan konservasi lanjut Egi, adalah kawasan yang
tingkatannya paling tinggi. Jadi wajar jika hanya sedikit terjadi degradasi
karena kawasan itu sangat dijaga keberadaannya. Selain itu, kawasan yang masih
cukup terjaga dan harusnya juga diperhatikan keberadaannya adalah kawasan
lindung. Mengingat fungsi utama dari kawasan ini sendiri adalah sebagai sistem
penyangga kehidupan.
Sedangkan pada kawasan produksi, setiap tahunnya selalu
banyak lahan yang terganggu. Karena rata-rata kawasan produksi ini menjadi
pagar alami atau kawasan penyangga yang menjadikannya pelindung dari kawasan
konservasi dan lindung.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) dalam hal ini
sebagai instansi yang bertanggung jawab atas pengelolaan serta pelestarian
lingkungan hidup dan kehutanan pada wilayah kawasan lindung dan produksi,
seharusnya bisa lebih intens melakukan tugasnya dalam mengawasi kawasan hutan
produksi dari ancaman degradasi hutan.(Rls)